Anak kecil selalu menanyakan dan mengamati hal sekelilingnya hingga sering sekali membuat orang dewasa sekitarnya kewalahan untuk menjelaskan. Hal kecil ini sebagai bukti nyata bahwa pikiran anak selalu lapar akan pengetahuan. Rasa ingin belajar ini didorong oleh rasa keingintahuan yang tinggi. Rasa keingintahuan anak selalu ingin dipuaskan. Secara alami pikiran anak akan selalu mencari sesuatu untuk direnungkan. Namun nyatanya sering sekali terlihat anak pada usia sekolah yang kehilangan hasrat untuk belajar. Kira-kira apa penyebabnya?
Sering pertumbuhan anak hanya diukur berdasarkan tubuh dan fisik semata. Orang tua memperhatikan dengan seksama nutrisi yang masuk ke dalam tubuh anak. Pertumbuhan anak tidak dibarengi dengan pemilihan pengetahuan dan values yang ditanamkan. Padahal pemahaman anak akan values dan pengetahuan nantinya akan menentukan bagaimana pola pikir dan sikap anak ketika dewasa.
Banyak ditemui orang dewasa yang masih memiliki pola pikir yang sempit dan mental yang kurang matang. Fisiknya bertumbuh tetapi pikiran dan jiwanya tidak. Walaupun sudah mendapat gelar sebagai orang berpendidikan tapi perilakunya masih tidak mencerminkan hal tersebut. Karena ya pengetahuannya tidak secara eksplisit diaplikasikan.
Pemahaman orang dewasa tersebut pasti banyak dan tahu fakta yang sebenarnya tapi tidak pernah diaplikasikan. Seperti contoh membuang sampah sembarangan; disetiap sekolah, kelas bahkan tingkatan hampir selalu ada pelajaran mengenai sampah yang dibuang sembarangan sebagai sumber bencana. Tapi nyatanya banyak orang yang masih menyepelekan hal ini, padahal mereka tahu faktanya.
Hal ini mungkin dipengaruhi bagaimana cara informasi tersebut diberikan. Informasi yang diberikan “sekedar” sering sekali tidak berdampak. Informasi tersebut akhirnya hanya sekedar mengisi pikiran agar tahu fakta. Pembelajaran yang dikemas dalam kegiatan yang sekedar membaca atau mengerjakan tugas tanpa adanya diskusi lebih lanjut, tanpa ada percobaan atau pengecekan fakta akan membuat pembelajaran menjadi tidak menarik. Hal ini lambat laun akan “membunuh” rasa ingin tahu anak.
Karena hari-hari anak diisi dengan hanya membaca buku pengetahuan, menjawab soal dan sekedar menghafal, akhirnya akan membunuh rasa ingin bertanya, mencoba hal baru, memeriksa fakta; yang sejatinya telah dimiliki anak sedari mereka bayi. Padahal itulah yang membuat anak bersemangat untuk belajar. Anak akan memilih kegiatan yang menarik untuknya. Jadi jika pengetahuan dikemas dalam hal yang tidak menarik maka anak akan beralih ke kegiatan yang menarik hatinya.
Pembelajaran yang dikemas dalam kegiatan membosankan ternyata menumpulkan semangat anak yang dimilikinya. Rasa ingin tahu anak akan menjadi tumpul karena dia tidak terbiasa bertanya lagi hanya sekedar diberitahu fakta pengetahuan. Coba anak diajak untuk mendiskusikan hal-hal yang berada di dalam fakta pengetahuan tersebut, tentu anak akan penuh dengan pertanyaan lanjutan yang membuat anak akan belajar mencari tahu jawabannya, memecahkan masalah.
Rasa ingin tahu anak, jika digunakan sebagai dasar kurikulum akan membawanya belajar dalam jangka panjang. Jika anak tertarik dengan alam, ajak lebih banyak mengetahui pengetahuan alam, ajak mengamati macam-macam serangga di alam bebas, terus ajak anak untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Jika anak tertarik dengan teknologi, pelajari kisah-kisah penemu teknologi besar, masukkan anak ke kegiatan yang mempelajari teknologi, rasa ingin tahunya akan menjadi bahan bakar untuk mempelajari berbagai macam pengetahuan. BUKAN BERALASAN HANYA SEBAGAI JAWABAN UJIAN.
Karena sejatinya pengetahuan digunakan lebih dari sekedar jawaban ujian. Jika kebutuhan pengetahuan anak diperhatikan sedemikian rupa. Maka anak akan bertumbuh dengan pengetahuannya. Pemahaman yang didapat akan menentukan pembentukan pribadi anak kedepannya. Sering orang tua hanya fokus untuk memenuhi kebutuhan jasmani anak.
Bagaimana jika asupan pengetahuan anak diperhatikan layaknya makanan yang masuk dan pakaian yang dikenakan. Tentu akan sangat selektif.
Monicka
Parenting Enthusiast - Homeschooling KITA